Mak Aji ingin kongsi kisah seorang tokoh ulama yang pernah Mak Aji ziarah kuburnya dan juga rumah sewanya yang terletak betul-betul di belakang Batu Pahat Mall, Batu Pahat. Berikut beberapa foto Habib Ali dan di bawah sekali Mak Aji bawa kisah beliau. Semoga Allah mencucuri Rahmat ke atas ruh beliau dan menempatkan ruh beliau di tempat yang selayaknya untuknya. Amin!!
Habib Ali |
Gambar Habib Ali semasa Habib Abu Bakar berkunjung ke Batu Pahat. |
Rumah sewa Habib Ali |
Pak Aji semasa ke rumah tersebut baru-baru ini sempat bertemu dengan anak Allahyarham. |
Habib Ali bin Ja’far Alaydrus, Batu Pahat-Malaysia. Teladan dalam Kezuhudan
Dikirim: [01/06/2010]
|
Belum hilang rasa sedih di hati atas wafatnya Habib
Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf, Jeddah, tersiarlah berita duka dari negeri jiran
Malaysia. Kamis, 13 Mei 2010/28 Jumadil Ula 1431 H, sore menjelang maghrib,
atau tepat 40 hari setelah Habib Abdul Qadir wafat, satu lagi pilar Bani Alawi,
Habib Ali bin Ja’far bin Ahmad Alaydrus, atau yang sering disebut ‘Habib Ali
Batu Pahat’, pergi menuju haribaan mulia Sang Pencipta.
Umat Islam kembali ditinggalkan seorang kekasih Allah
yang mengajarkan kepada siapa pun bahwa di zaman yang sudah amat maju ini orang
masih bisa hidup zuhud dan tawadhu. Dalam kesederhanaannya, ia mengarungi hidup
dengan tegar.
Banyak di antara pecintanya ingin membangunkan rumah mewah sebagai kediaman yang layak bagi orang sebesar dirinya. Namun semuanya ia tolak secara halus. Demikianlah, setiap harinya dia mandi dan mengambil wudhu di kamar mandi yang bersatu dengan sumur tua dalam bangunan yang sangat sederhana.
Banyak di antara pecintanya ingin membangunkan rumah mewah sebagai kediaman yang layak bagi orang sebesar dirinya. Namun semuanya ia tolak secara halus. Demikianlah, setiap harinya dia mandi dan mengambil wudhu di kamar mandi yang bersatu dengan sumur tua dalam bangunan yang sangat sederhana.
Tanda keutamaan dalam dirinya sangat jelas. la adalah
orang yang ketika wajahnya dipandang, dapat mengingatkan hati yang memandangnya
kepada Allah SWT. Akhlaqnya amat luhur dan mulia, sebagai bias dari akhlaq
datuknya, Baginda Rasulullah SAW.
Sikap zuhud terhadap dunia adalah hiasan terindah dalam kesehariannya. Begitu pula sifatnya yang teramat wara’.
Sikap zuhud terhadap dunia adalah hiasan terindah dalam kesehariannya. Begitu pula sifatnya yang teramat wara’.
Salah
seorang kerabatnya dari Indonesia, yang masih terhitung cucunya, suatu saat
mengunjunginya. Saat berada di sana, lewat jendela rumah sederhana itu, sang
cucu memandangi buah kelapa yang menggantung di pohon kelapa di sisi rumahnya.
Memperhatikan
hal itu, Habib Ali mendekat dan mengatakan kepadanya, “Kamu mau buah kelapa
itu? Sebentar. Saya mintakan izin dulu sama si empunya tanah. Sebab, saya hanya
menyewa rumahnya, tanahnya tidak ikut saya sewa.” Subhanallah. Rumah sederhana
yang ia tempati itu pun ternyata rumah sewaan, bukan rumah miliknya.
Sangat Memuliakan Tamu
Hatinya begitu lembut. la tak ingin ada sedikit pun
rasa kecewa tumbuh di hati orang yang mengunjunginya. Di rumahnya yang amat
sederhana, kecil, dan sempit itu, sedemikian rupa ia muliakan setiap tamu yang
datang. Semua ia terima dengan penerimaan yang menyenangkan hati, tak peduli
rupa apalagi harta. Berjumpa dengan sosok bersahaja itu, hati pun serasa
menjadi lapang seketika.
Ruang tamunya pun tak pernah kosong dari ratusan botol kemasan air mineral para tamu yang berharap keberkahan dari doa-doa yang ia lafalkan. Meski amat banyak untuk ukuran seorang yang sudah sesepuh Habib Ali Batu Pahat, ia mendoai satu per satu air itu dengan penuh kekhusyu’an.
la amat santun kepada setiap tamunya. Kaya, miskin, ulama, ataupun awam. Siapa pun.
Ruang tamunya pun tak pernah kosong dari ratusan botol kemasan air mineral para tamu yang berharap keberkahan dari doa-doa yang ia lafalkan. Meski amat banyak untuk ukuran seorang yang sudah sesepuh Habib Ali Batu Pahat, ia mendoai satu per satu air itu dengan penuh kekhusyu’an.
la amat santun kepada setiap tamunya. Kaya, miskin, ulama, ataupun awam. Siapa pun.
Meski hidup sederhana, ia bahkan hampir selalu
memberikan uang kepada para tamunya. Jumlahnya terkadang tidak kecil. Jika
mereka berkunjung pada jam makan, tak mungkin tamunya diizinkan pulang sebelum
mereka makan bersamanya.
Sifat rendah hatinya kepada setiap tamunya amat mengagumkan. Sebelum sang tamu pulang, orang semulia dirinya ini justru selalu meminta doa dari mereka.
Sifat rendah hatinya kepada setiap tamunya amat mengagumkan. Sebelum sang tamu pulang, orang semulia dirinya ini justru selalu meminta doa dari mereka.
Kelahiran
Purwakarta
Ayah Habib Ali, Habib Ja’far bin Ahmad Alaydrus, datang
ke Singapura dari Purwarkarta dan menetap di Negeri Singa itu selama beberapa
tahun pada dekade tahun 1930-an dan tinggal di Lorong 30 Geylang. Habib Ja’far
kembali ke Hadhramaut pada tahun 1938.
la wafat pada tahun 1976 di kota Tarim. Jenazahnya dimakamkan di Pemakaman Zanbal, berdekatan dengan makam datuknya, Habib Abdullah Alaydrus.
Berdasarkan kisah yang disampaikan Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf Jeddah, ketika ayah Habib Ali ini masih dalam kandungan ibunya, kakeknya, Habib Abdul Qadir bin Salim, berkata kepada istrinya, Hababah Aisyah Assegaf, jika putranya Ahmad dikaruniai anak laki-laki, akan ia namai “Salim”, mengikut nama orangtua Habib Abdul Qadir sendiri. Namun istrinya, Hababah Aisyah, tidak setuju dengan usulan itu dan ia ingin menamainya Ja’far, mengikuti nama datuk sang istri, Habib Ja’far bin Ahmad bin Ali bin Abdullah Assegaf.
Mendengar usulan sang istri, Habib Abdul Qadir mengatakan, ia bersedia menamainya “Ja’far” sekiranya tampak nyata kelebihan yang ada pada diri anak itu kelak.
la wafat pada tahun 1976 di kota Tarim. Jenazahnya dimakamkan di Pemakaman Zanbal, berdekatan dengan makam datuknya, Habib Abdullah Alaydrus.
Berdasarkan kisah yang disampaikan Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf Jeddah, ketika ayah Habib Ali ini masih dalam kandungan ibunya, kakeknya, Habib Abdul Qadir bin Salim, berkata kepada istrinya, Hababah Aisyah Assegaf, jika putranya Ahmad dikaruniai anak laki-laki, akan ia namai “Salim”, mengikut nama orangtua Habib Abdul Qadir sendiri. Namun istrinya, Hababah Aisyah, tidak setuju dengan usulan itu dan ia ingin menamainya Ja’far, mengikuti nama datuk sang istri, Habib Ja’far bin Ahmad bin Ali bin Abdullah Assegaf.
Mendengar usulan sang istri, Habib Abdul Qadir mengatakan, ia bersedia menamainya “Ja’far” sekiranya tampak nyata kelebihan yang ada pada diri anak itu kelak.
“Baik, kamu akan lihat kelebihannya, giginya akan
tumbuh sebelum waktunya,” kata. Hababah Aisyah saat itu.
Habib Abdul Qadir menimpali kembali, “Kalau memang demikian, aku akan sembelih tujuh ekor kambing.”
Pada saatnya, benar saja, yang terlahir adalah seorang anak laki-laki. Dan tiba hari ketujuh, hari untuk menyelenggarakan aqiqah sekaligus untuk memberikan nama pada sang anak, nyatalah apa yang dikatakan Hababah Aisyah. Gigi si cucu mulai terlihat. Maka, sang cucu pun dinamai “Ja’far”.
Habib Ja’far kemudian tumbuh dewasa dalam lingkungan keluarga yang shalih dan alim. la juga kemudian dikenal sebagai seorang alim pada masanya. Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf, Jeddah termasuk yang ber-istifadah (mengambil faidah ilmu) darinya.
Habib Abdul Qadir menimpali kembali, “Kalau memang demikian, aku akan sembelih tujuh ekor kambing.”
Pada saatnya, benar saja, yang terlahir adalah seorang anak laki-laki. Dan tiba hari ketujuh, hari untuk menyelenggarakan aqiqah sekaligus untuk memberikan nama pada sang anak, nyatalah apa yang dikatakan Hababah Aisyah. Gigi si cucu mulai terlihat. Maka, sang cucu pun dinamai “Ja’far”.
Habib Ja’far kemudian tumbuh dewasa dalam lingkungan keluarga yang shalih dan alim. la juga kemudian dikenal sebagai seorang alim pada masanya. Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf, Jeddah termasuk yang ber-istifadah (mengambil faidah ilmu) darinya.
Di antara karyanya, Habib Ja’far meninggalkan sebuah
diwan (kumpulan qashidah) yang kini telah dicetak oleh penerbit Darul Ushul,
Yaman.
Habib Ja’far bin Ahmad mempunyai 10 putra, yakni Abdullah, Abdul Qadir, Ali, Salim, ldrus, Thaha, Ahmad, Abubakar, Thahir, dan Alwi, serta beberapa putri. Di antara putri Habib Ja’far yang masih hidup pada saat ini adalah adik Habib Ali yang bernama Syarifah Gamar.
Habib Ja’far bin Ahmad mempunyai 10 putra, yakni Abdullah, Abdul Qadir, Ali, Salim, ldrus, Thaha, Ahmad, Abubakar, Thahir, dan Alwi, serta beberapa putri. Di antara putri Habib Ja’far yang masih hidup pada saat ini adalah adik Habib Ali yang bernama Syarifah Gamar.
Mungkin tak banyak orang yang tahu bahwa Habib Ali
Batu Pahat ini kelahiran Nusantara, tepatnya di Purwakarta, Jawa Barat, pada
tahun 1919. Sebagian keluarganya saat ini juga masih berada di sana.
Tahun 1926, yaitu saat berumur tujuh tahun, ia tiba di Singapura. Tapi hanya sebentar, lalu ia kembali lagi ke Indonesia. Tahun 1929, untuk kedua kalinya ia datang ke Singapura dan kemudian menetap di sana hingga tahun 1942.
Di Singapura, ia tinggal bersama ayah dan kakaknya, Habib Abdul Qadir bin Ja’far Alaydrus, di sebuah rumah di Arab Street. Ketika itu sang kakak barn datang dari Hadhramaut. Berdasarkan cerita yang pernah disampaikan Habib Ali sendiri, kedatangan sang kakak mendapat sambutan yang amat hangat dari penduduk Singapura pada saat itu. Habib Abdul Qadir sendiri wafat di Purwakarta dan dimakamkan di sana.
Tahun 1926, yaitu saat berumur tujuh tahun, ia tiba di Singapura. Tapi hanya sebentar, lalu ia kembali lagi ke Indonesia. Tahun 1929, untuk kedua kalinya ia datang ke Singapura dan kemudian menetap di sana hingga tahun 1942.
Di Singapura, ia tinggal bersama ayah dan kakaknya, Habib Abdul Qadir bin Ja’far Alaydrus, di sebuah rumah di Arab Street. Ketika itu sang kakak barn datang dari Hadhramaut. Berdasarkan cerita yang pernah disampaikan Habib Ali sendiri, kedatangan sang kakak mendapat sambutan yang amat hangat dari penduduk Singapura pada saat itu. Habib Abdul Qadir sendiri wafat di Purwakarta dan dimakamkan di sana.
Tahun
1942, Habib Ali hijrah ke Batu Pahat, Johor, Malaysia. Semasa hidupnya di
negeri rantaunya yang baru ini, Habib Ali menjadi tempat mengadu berbagai
permasalahan banyak orang.
Tempat Ziarah para Ulama
Semasa hidupnya, Habib Ali menjadi tempat mengadu
berbagai permasalahan banyak orang. Mereka yang berasal dari Nusantara dan
negara-negara Arab, apabila berkunjung ke Malaysia, akan meluangkan waktu untuk
mengunjunginya, demi mendapatkan mutiara nasihat dan keberkahan dari sosok yang
jiwa dan raganya ini senantiasa bergantung kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW.
Di antara petuah yang pernah ia sampaikan, “Allah SWT adalah Sang Khaliq. Manusia hanyalah makhluk. Maka, manusia harus mematuhi apa pun perintah Sang Maha Pencipta. Bukan Sang Maha Pencipta yang mematuhi perintah manusia.”
Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliki, bila berkunjung ke Malaysia, pun kerap menziarahi Habib Ali di Batu Pahat. Pada perjumpaan terakhirnya dengan Habib Ali, Al-Maliki mengatakan, ia meyakini bahwa Habib Ali adalah seorang yang diberi anugerah besar dari sisi Allah di negeri rantaunya ini. Sebelum pulang, Sayyid Muhammad Al-Maliki pun mengarang sebuah qashidah untuknya yang menggambarkan sifat-sifat mulia Habib Ali bin Ja’far Alaydrus.
Di antara petuah yang pernah ia sampaikan, “Allah SWT adalah Sang Khaliq. Manusia hanyalah makhluk. Maka, manusia harus mematuhi apa pun perintah Sang Maha Pencipta. Bukan Sang Maha Pencipta yang mematuhi perintah manusia.”
Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliki, bila berkunjung ke Malaysia, pun kerap menziarahi Habib Ali di Batu Pahat. Pada perjumpaan terakhirnya dengan Habib Ali, Al-Maliki mengatakan, ia meyakini bahwa Habib Ali adalah seorang yang diberi anugerah besar dari sisi Allah di negeri rantaunya ini. Sebelum pulang, Sayyid Muhammad Al-Maliki pun mengarang sebuah qashidah untuknya yang menggambarkan sifat-sifat mulia Habib Ali bin Ja’far Alaydrus.
Pernah
suatu kali Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliki rahimahullah berkunjung pada
beliau, sepanjang jalan Sayyid Muhammad berbicara tentang rindunya pada
Rasulullah saw, maka ketika sampai di kediaman beliau, maka semua tamu tidak
diperkenankan masuk, kecuali Sayyid Muhammad Al Maliki, mereka masuk berdua
cukup lama, lalu keluarlah Sayyid Muhammad Al Maliki dengan airmata yg
bercucuran.., seraya berkata : hajat saya sudah terkabul… terkabul.., sambil
menutup wajah beliau dengan linangan air mata.
Diantara
Ulama yang pernah mengunjungi dan bersilaturrahmi kepada beliau antara lain, Al
Habib Zein bin Ibrahim bin Semith dari Madinah, Al Habib Salim bin Abdullah Asy
Syatiri (Hadramaut), Al Habib Umar bin Hafidh (Hadramaut), Al Habib Anis bin
Alwi Al Habsyi dari Solo dan tokoh habaib dan ulama lainnya.
Tenggelamnya sebuah Bintang
Habib Ali wafat sekitar pukul 17.10 atau 17.15 petang
waktu setempat. Syed Ibrahim dan Syed Ja’far, keduanya cucu Habib Ali, dari
putranya yang bemama Syed Husein, di sampingnya ketika itu. Hari wafatnya ini
menjelang lima hari sebelum haul ayahandanya, Habib Ja’far bin Ahmad, yaitu pada
3 Jumadil Akhirah.
Dari saat Habib Ali wafat waktu dimandikan keesokan harinya, jenazahnya tak putus-putus dikunjungi ribuan manusia dari segala penjuru dan lapisan masyarakat, terutama dari Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Di antara yang hadir menyampaikan ta’ziyahnya pada saat itu adalah Syed Hamid bin Ja’far Al-Bar, mantan menteri luar negeri dan menteri dalam negeri Malaysia.
Begitu juga bacaan Al-Quran, Yaasin, dan tahlil tak putus-putusnya dibacakan hingga jenazahnya usai dimandikan oleh keluarga sekitar pukul 09.30, Jum’at pagi.
Dari saat Habib Ali wafat waktu dimandikan keesokan harinya, jenazahnya tak putus-putus dikunjungi ribuan manusia dari segala penjuru dan lapisan masyarakat, terutama dari Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Di antara yang hadir menyampaikan ta’ziyahnya pada saat itu adalah Syed Hamid bin Ja’far Al-Bar, mantan menteri luar negeri dan menteri dalam negeri Malaysia.
Begitu juga bacaan Al-Quran, Yaasin, dan tahlil tak putus-putusnya dibacakan hingga jenazahnya usai dimandikan oleh keluarga sekitar pukul 09.30, Jum’at pagi.
Karena begitu banyaknya penta’ziyah yang datang untuk
dapat menghadiri prosesi shalat Jenazah, akhirnya jenazah Habib Ali dishalatkan
sebanyak dua kali. Pertama, sebagaimana wasiatnya, dishalatkan di dalam rumah,
yang diimami oleh Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Alaydrus, dan kedua di
luar rumah, dengan imam Habib Hasan bin Muhammad bin Salim Al-Attas.
Jenazahnya kemudian dimakamkan sebelum shalat Jum’at, 29 Jumadil Akhirah 1431 H/14 Mei 2010, di Tanah Pekuburan Islam Bukit Cermai, Batu Pahat, Johor, Malaysia. Habib Umar bin Hamid AI-Jilani dari Makkah yang membacakan talqin pada saat itu.
Jenazahnya kemudian dimakamkan sebelum shalat Jum’at, 29 Jumadil Akhirah 1431 H/14 Mei 2010, di Tanah Pekuburan Islam Bukit Cermai, Batu Pahat, Johor, Malaysia. Habib Umar bin Hamid AI-Jilani dari Makkah yang membacakan talqin pada saat itu.
Habib Ali bin Ja’far Alaydrus meninggalkan seorang
putri bernama Syarifah Khadijah dan tiga orang putra, yaitu Syed Muhammad, Syed
Umar, dan Syed Husein. Semoga ketabahan dan ketawakalan mengiringi hati
keluarga dan para pecintanya atas kepergian sosok yang amat mereka cintai dan
muliakan ini.
Ulama adalah pewaris para nabi. Kepada para pewarisnya itu, Nabi SAW tidak mewariskan harta, tetapi beliau mewariskan ilmu kepada mereka, yang nilainya melebihi bilangan harta, seberapa pun besarnya. Siapa yang mengambil ilmu mereka, dia telah mengambil harta yang amat bernilai.
Oleh karenanya, wafatnya seorang ulama adalah musibah yang sulit tergantikan dan satu kelemahan yang susah ditutupi. Wafatnya seorang ulama ibarat sirnanya sebuah bintang di antara gugusan bintang-bintang lainnya. Rasulullah SAW mengatakan, “Sesungguhnya wafatnya satu kabilah lebih ringan musibahnya dibandingkan atas wafatnya seorang yang alim.” (HR Abu Dawud, At Tirmidzi, Ibn Majah, dan Al-Bayhaqi).
Ulama adalah pewaris para nabi. Kepada para pewarisnya itu, Nabi SAW tidak mewariskan harta, tetapi beliau mewariskan ilmu kepada mereka, yang nilainya melebihi bilangan harta, seberapa pun besarnya. Siapa yang mengambil ilmu mereka, dia telah mengambil harta yang amat bernilai.
Oleh karenanya, wafatnya seorang ulama adalah musibah yang sulit tergantikan dan satu kelemahan yang susah ditutupi. Wafatnya seorang ulama ibarat sirnanya sebuah bintang di antara gugusan bintang-bintang lainnya. Rasulullah SAW mengatakan, “Sesungguhnya wafatnya satu kabilah lebih ringan musibahnya dibandingkan atas wafatnya seorang yang alim.” (HR Abu Dawud, At Tirmidzi, Ibn Majah, dan Al-Bayhaqi).
Kini Habib Ali telah tiada. Dengan
segala kemuliaannya, ia telah berada di sisi Sang Khaliq. Tinggal kita semua
yang saat ini telah ditinggalkannya. Kita yang masih banyak bergelimang dengan
dosa. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan hidayah di atas jalan hidup kita,
mengampuni kita atas dosa-dosa kita, dan mengumpulkan kita kelak di surga-Nya
bersama orang-orang yang kita cintai.
Catatan: Setelah membaca kisah tokoh ulama ini, terfikirlah pula di mana kedudukan kita berbanding tokoh seperti ini, jauh bumi dari langit!! Semoga Mak Aji mampu memberi sedikit manfaat kepada anda semua dengan perkongsiaan ini!
No comments:
Post a Comment